My Acne Story

Ini cerita tentang kejadian 3-4 tahun lalu. Aku menghadapi masalah yang cukup pelik saat itu: jerawat! Seserius itu? Iya! I know, mungkin sebagian dari kalian akan berpikir: kan cuma jerawatan aja, sebentar juga hilang, buat apa dibikin pusing? Ketika memasuki kelas 8, jerawat-jerawatku mulai muncul di dahi, pipi, hampir seluruh wajahku beruntusan dan wajahku hampir gak dikenali sama teman-teman lama. Awalnya aku merasa biasa aja, namanya juga pubertas. Sampai orang-orang di sekelilingku mulai blaming, mulai dari temen-temen sekolah, tetangga, adik, bapak, ibu, temen-temen ibu, bahkan guru sekolah! Ya, kamu ga salah baca. (:

Segala macam bentuk diskriminasi karena fisik sudah pernah kualami. Mulai dari yang bernada perhatian: “Pipi kamu kenapa Far? Udah diobatin?” “Wah udah jerawatan, brarti tandanya udah gede nih.”

Yang bernada menghakimi: “Mukakmu kenapa Far? Nggak perna dibersihin siyy, pantesan gitu…” “Pasti itu abis dipencet ya, tuh kan jadi nyebar gitu.”

Sampai yang bernada sarkastik: “Diedit dulu geh fotonya, jangan sampe keliatan jerawatnya!” “Ih pipinya kenapa tuhh, kok merameranya tambah banyak.” Dan mayoritas orang yang kalau ngomong sama aku jadi merhatiin jerawat daripada natap mata. Sampai yang kalo gak sengaja megang pipiku langsung kek jiji gitu. (:

Apa yang kurasakan saat itu?

I’M STRESSED, DOWN. Merasa gak dihargai lagi sebagai manusia biasa. Yang gak perlu nunduk-nunduk kalau ngomong biar gak diledekin mukaknya. Yang nggak perlu berfikir dua kali untuk bertemu orang-orang baru. Bahkan aku sampai sempat berpikir: apa mereka masih mau ya berteman sama aku kalau nilai-nilaiku jelek? Ini masih terjadi sampai kira-kira 6-8 bulan setelah kumemasuki dunia perjerawatan itu.

Hal terburuk yang pernah terjadi?

Yang pertama. My teacher’s words. Aku tau sih, maksud beliau pasti becanda walaupun dikatakan di hampir setiap pertemuan, hehe! Berfikir positif aja sih, berarti beliau perhatian~
Selanjutnya: Sadly orang-orang baru justru bemulut lebih pedas dengan ngatangatain jerawat aqu di depan umum, setiap kali ketemu.

Gak tahu kenapa ucapan-ucapan mereka masih aja aku ingat hingga bertahun-tahun kemudian. Hingga aku sampai di satu titik di mana aku udah lelah mendengar semua hinaan dan pertanyaan-pertanyaan mereka. I mean, kenapa sih masalah jerawat  aja musti selalu dibawa-bawa? Apa mereka kira I wasn't taking care of myself? Bukankah ada buanyak topik lain yang bisa diomongin, prestasi, misalnya, dan ribuan hal-hal positif lain. Kenapa sebagian orang selalu melihat fisik dan fisik aja? Bukankah setiap orang punya kelebihan dan kelemahan masing-masing? Itu yang buat aku sedih.

Apa usahaku?

Apa sih yang bikin jerawat tibatiba muncul? I don’t even know, and people keep blaming me. Sebelum jerawatan, aku selalu bersihin wajah pakai salah satu brand yang aku lupa apa. Maybe dari kelas 6 SD dan nothing happened. Jadi buat yang menuduhku tida membersihkan wajah, mereka salah besar. Setelah jerawatku muncul, sebagai anak SMP yang belum terlalu mengerti masalah perawatan wajah, I tried everything on the internet. Mulai dari putih telur+madu, pasta gigi, bawang merah! Yang paginya bikin pipiku gosong , minum ini itu. Dan tidak ada yang berhasil, Saudara-saudara. Pasti diantara kalian pasti mikir: kenapa ga ke dokter kulit aja? Here is the answer: orang tua gak merestui dengan alasan apapun, but aku akan mensyukuri ini di kemudian hari. Berbulan-bulan ikhtiar tidak membuahkan hasil, aku tambah stress dan mulai putus asa. All the time I was wondering bisa nggak ya suatu hari nanti wajahku bisa bersih lagi? Dan selalu kusebut dalam doa dan salawatku waktu itu. Ya, seserius itu.

Yang bisa aku lakukan setelahnya cuma sabar. Berusaha menerima diriku apa adanya. Terus menutup telinga dari ucapan-ucapan mereka yang berpotensi menghancurkan diriku lebih jauh lagi. :")

Dunia perjerawatan ini baru selesai kulewati pada pertengahan kelas 1 SMA. 2 tahun setelah jerawat pertama muncul, waktu itu.

Nahlaoh, gimana ilangnya?
Setelah kuingat-ingat lagi: nggak ada cara ngilanginnya! Mereka enyah gitu aja dari mukaku :") Antara kzl dan seneng sih. Saat itu aku hanya ngikutin saran dari seseorang: jangan kebanyakan naro chemical di wajah, dan ganti bedak dengan Marks. Iya. Yang kuning, limabelasribuan itu!

Menurutku, yang jauh lebih penting dari itu semua adalah diri kamu sendiri lah yang nentuin mau sembuh apa engga. Terus kasih sugesti bahwa kamu bakalan sembuh entah gimana caranya! Ini bagian tersulitnya: jangan dengerin kata orang. Just enjoy your happy life. Hidup bukan cuma tentang fisik aja, kesehatan jiwa kamu lebih penting.

Pesan untuk kalian yang masih suka "ngatain" fisik orang dengan cara ngasih pertanyaan menohok, soktau, dan sarkastik. Please, stop it. Kalian nggak tahu betapa terpuruknya kami menghadapi masa-masa kayak gini. Iya, tahu kok kalau kalian memang lebih cantik secara fisik. Kujuga ingin cantik seperti kalian. Doain aja yaa~ Tolong dikurangin nyinyirnya heheh.

Jumpa lagi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN YANG DIDALANGI PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA

Review: Kepunan - Benny Arnas

Puisi (10): Refleksi Diri