Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Puisi (12): Kursor Yang Mendua

Kursor Yang Mendua Kursor itu berkedip-kedip saja di antara kata Tak benar-benar diam, melainkan mencoba melukis asa Memetakan huruf-huruf sesuai dengan maunya Lalu sang empu mengutuknya, Lantas salah siapa? Andai kursor punya mulut Andai kursor punya kepal pasti sudah mendaratlah ia pada wajah sang empu Lantas memakilah ia Namun kata mereka tak elok berandai-andai Kursor itu memang membisu namun menggelitik telinga “Tik tik tik” sang empu agaknya mulai alergi dibuatnya Berkali-kali ia mundur beberapa kertas kemudian maju dan lantas mundur lagi Bercucuran sudah keringat dibuatnya Kursor malang Ia terjebak di antara pikiran sang empu yang mendua Agaknya ia benar-benar ingin berlari ke kanan atas namun tak kuasa Lantas ia memutuskan untuk mendua 8 Aug 2014

Puisi (11): Embun dan Korek Api

Embun dan Korek Api (Farakh Khoirotun Nasida) Aku hidup sebagai setetes embun Sebulir saja di tepian daun Merefleksi mentari, mengekalkan pagi Mencipta lukisan bergradasi bernama pagi Hanya sementara saja Detik berikutnya aku akan dibawa pergi oleh udara Menemui sebuah akhir dari wujudku yang memang fana Hanyut dan menemukan sendiri arahku bermuara Aku hidup sebagai sebatang korek api Menyatu bersama nyala yang hanya akan padam bila aku mati Atau terus diam di tempat yang berarti tak pernah hidup sama sekali Maka aku memilih untuk pernah hidup bersama api Hanya sementara saja Biar saja aku hancur bersamanya Biar saja asal hidupku tak sia-sia Biarkan saja

Puisi (10): Refleksi Diri

Refleksi Diri (Farakh Khoirotun Nasida) Aku adalah helai daun yang mencintai tanah Melayang tanpa tahu arah Tertiup oleh angin gelisah Lantas dihempaskan oleh amarah Di sebuah pantai aku adalah dermaga Terpaku pada diam, terjaga Terkurung dalam ruang hampa bernama duka Menanti cinta yang entah kapan akan tiba Pada sebuah cerita aku adalah permulaan Cerita yang membawaku pada dekapan penantian Menciptakan duka, juga membutakan Lalu siapa yang patut dipersalahkan? Ini semua benar adanya Tentang kami, para remaja Mengembara dalam cinta Melupakan Sang Pencipta

Puisi (9): Mengekalkan

Mengekalkan Oleh Farakh Khoirotun Nasida Rintik-rintk air menghujami bumi Satu satu menetes serupa harmoni Membentuk bulir bening di sudut mata ini Akankah ia menyejukkan hati? Gerimis pagi ini menebalkan diri Dingin, hampa, mengekalkan luka Kubiarkan dikau meminta hujan menebalkan diri Mengekalkan bahagia Apakah kau benar-benar melihat hujan, Cinta? Jika ya, maka kau pun harus tahu Ada hujan yang lebih deras selain dia Hujan yang dengannya aku mengekalkan cinta Biarlah hujan mengekalkan bahagiamu dengan cinta Biarlah hujan mengekalkan lukaku dengan duka

Puisi (8): Malam

Malam Oleh Farakh Khoirotun Nasida Senja telah kembali kepada peraduan Malam mulai melarutkan diri Menenggelamkan bintang dan bulan dalam hitam Membentuk refleksi luar biasa yang tergulung oleh debur ombak Malam mulai melarutkan satu demi satu insan dalam lelap Menggulung mereka dalam hening yang bertahan hingga fajar tiba Sesekali memberi maya atas pikiran yang mereka bawa Meniupkan bahagia, juga menimbulkan luka Lantas hembusan angin malam mendekapku Hening semakin menyelimuti Hanya jangkrik yang sesekali lancang memecah diam Selanjutnya hanya sepi saja Satu dua lampu mulai berganti dengan remang kekuningan Meminta diri untuk segera larut dalam maya Maya yang dengannya aku mulai bermimpi tentang bahagia Maya yang bersamanya aku mengikis luka 

Puisi (7): Daun Kering

Daun Kering Oleh Farakh Khoirotun Nasida Aku adalah sehelai daun kering Aku baru saja gugur dari pohon di tepian sungai Aku enggan bertemu dengan tanah sampai angin membawaku pergi Melayangkan parikel-partikel rapuh dalam diri Ke mana kau akan membawaku pergi? Kataku Angin hanya membisu Ah ya, aku pun tak mengerti mengapa aku mau Serapuh itu kah aku? Lalu kami bertemu dengan angin yang lain Ia memutarku berbalik arah Ke mana pula ia akan membawaku? Ah tidak, ia lantas pergi dan membiarkanku hanyut Sekali lagi, aku tak mengerti mengapa aku mudah sekali tebawa angin? Seberapa rapuhkah partikel-partikel dalam tubuhku ini? Aku seperti seorang remaja, aku hanya daun kering Aku adalah sehelai daun kering

Puisi (6): Filosofi Kacamata

Filosofi Kacamata Oleh Farakh Khoirotun Nasida Kotak hitam kelam itu masih ada di dekat jendela Mengintip datangnya fajar dan menunggu pulangnya senja Menanti hujan mereda dan pelangi yang datang setelahnya Pelangi? Ah, ya. Ia begitu menantinya Ia sudah terlalu lelah berdiri di tepian jendela Sementara debu semakin menebalkan diri di atasnya Serta hembusan angin meniupkan sepi Ia masih tenggelam dalam bisunya Kemarin ia berbincang denganku, sepatu tua di sudut meja Ada benda yang bersemayam dalam gelapku ini, katanya Benda usang yang enggan lagi dipergunakan sang empunya Sementara ia masih mengharapkan pelangi datang setelahnya Ia adalah sepasang lensa yang  sama sekali berbeda Kanan lebih tebal dari sebaliknya Tak seperti aku yang harus selalu sama Aku ingin memandang pelangi bersama pemilikku lagi, katanya Sementara aku telah lupa bagaimana rasanya dicinta Benarkah harus selalu sama untuk saling melengkapi?

Puisi (5) : R.I.P. Kejujuran

(R.I.P) Kejujuran Oleh Farakh Khoirotun Nasida Realita dewasa ini kian menyesakkan Orang-orang serasa sudah lupa akan iman Miris, bangsa ini sudah tak kenal kejujuran Mungkin hanya satu dua yang tak gentar dan bertahan Ini bukan hanya tentang para siswa yang menipu guru-guru mereka Ini bukan hanya tentang tikus-tikus yang kian merajalela Bukan pula hanya tentang ujian nasional yang menjadi ladang dosa Lupakah kita akan Sang Pencipta? Makanan macam apa yang kau sebut kejujuran itu? Tanya mereka Ikuti arus saja atau kau akan jatuh dan hanyut, kata mereka Biarlah, kata satu dua di antara penduduk negeri Lantas siapa yang patut dipersalahkan? Ke mana perginya kejujuran kini? Ketabuan membuatnya mati suri Kurasa aku perlu menuliskannya Rest in peace, Kejujuran!

Puisi (4): Pena dan Sajaknya

Pena dan Sajaknya Oleh Farakh Khoirotun Nasida Maaf karena pagi ini aku kembali bermetafora Menggoreskan pena yang telah lama enggan menulis kata cinta Pena yang segan menuliskan bahagia dan enggan menuntaskan luka Ia sudah terlalu lelah menggoreskan sajak yang tak pernah sempat kau baca Aku terdiam di antara remang cahaya Tenggelam dalam gelap oleh katupan mata dalam kelopaknya Dalam hening akhir sepertiga malam, pagi buta Membenamkan sujud kepada Sang Pencipta Maka aku mengambil jeda di antaranya dan takhiyatku Lantas hatiku mulai berbicara Meminta kepada Yang Maha Membolak-balikkan Hati untuk melindungimu Juga aku yang rapuh oleh luka darimu Pena ini mulai menggores oleh gemetar jemariku Tinta hitam tegas itu melukiskan bait-bait mewakili kalbu Kepada siapa sajak-sajak ini kemudian bermuara, Cintaku? Kepada dasar matamu atau mungkin berhenti di sudut mataku.

Puisi (3): Bagaimana Rasanya

Bagaimana Rasanya? Farakh K. Nasida Mencintaimu bukan aku yang meminta bukan hatiku yang mengiba bukan perasaanku yang mendamba Mengenalmu membuatku mengenal apa itu cinta tapi sayangnya, dalam cinta itu ada lara yang tak terkira ada sakit yang sama sekali tak kudamba apakah dalam cinta harus ada lara? Cinta itu rapuh sebentar saja kamu lengah menjaganya, ia akan lepas dan mencari hati yang lain sebentar saja kamu menyakitinya, ia akan mati dan tak ingin mengenal hatimu lagi sedikit saja kamu melupakannya, kamu akan kehilangan dia selamanya Tapi, ada yang perlu kamu tahu cobalah ambil daun kering dan tekanlah perlahan katakan apa yang terjadi? hatiku jauh lebih rapuh dari apapun Ia rapuh karenamu kamu yang selalu membuatnya penuh duka kamu yang selalu membakarnya dengan api yang semu, tak terlihat oleh siapapun kamu yang menekannya dan membuatnya hancur, lalu saat aku berhasil membuatnya menyatu kembali, kamu juga yang menghancurkann

Puisi (2): Buku Kenangan

Buku Kenagan (Farakh Khoirotun Nasida) Buku bersampul biru tua, Bagaimana kabarmu? Ingatkah kamu kala kamu pernah memaksaku untuk berucap selamat tinggal? Ingatkah kamu saat aku tersenyum simpul dan berterimakasih padamu? Buku bersampul biru tua, Maafkan aku Kemarin aku menangis dan enggan berucap selamat tinggal padamu Kemarin aku memelukmu dan membawamu dalam mimpiku Buku bersampul biru tua, Taukah kamu? Kamu terlalu indah untuk kugores di halaman terakhirmu Kamu terlalu indah untuk kuakhiri Buku bersampul biru tua, Ingatkah kamu pada tinta emas yang senantiasa kugoreskan padamu? Ingatkah kamu ketika orangtuaku memandangmu dengan penuh kebanggaan? Ingatkah kamu pada orang-orang yang selalu berharap memilikimu? Buku bersampul biru tua, Terimakasih untuk semua kenangan kita Terimakasih atas kebahagian tiada tara Terimakasih untuk tiga tahun kita Buku bersampul biru tua, Kini aku sadar Kamu sudah sampai pada halaman terakhir

Puisi (1) : Opera Nyata

Opera Nyata Oleh Farakh Khoirotun Nasida Ini bukan tentang mencari siapa yang patut dipersalahkan Ini tentang sebuah tanda tanya besar yang tiba-tiba saja menyeruak meminta jawaban Buku kenangan itu sudah habis dan jatuh berantakan Masa-masa itu juga demikian Keindahan yang menjanjikan kedamaian itu adalah masa-masa yang dulu selalu kuimpikan Kemudian Sang Khalik menjadikannya nyata Lantas aku larut dalam indahnya masa itu sampai aku melupakan-Nya Aku larut dalam ego yang menghanyutkan takwa Mungkin ini adalah suatu tamparan keras dari-Nya Mungkin ini adalah alarm besar yang membangunkanku dari mimpi indah Ke mana perginya sujud-sujud sepertiga malam itu? Ke mana perginya sunnah-sunnah itu? Kini aku terbangun dan mendapati masa indah itu ada di ujung tanduk Lalu dengan mati-matian kutegakkan lagi Tiga per empat bagian sudah menanti Aku yakin, aku sama sekali belum terlambat untuk membuat semuanya lebih baik Kini aku sedang menahan buku ya

Album Casero Sman1k '52 (X MIA 2)

Gambar
1 Juni 2014, tepat setahun setelah angkatan kami dinyatakan lulus. Gak kerasa setahun sudah saya belajar di SMA 1 Kendal. Kelas saya, tentu saja, X MIA 2 progr. lintas minat Ekonomi dan Sastra Inggris. Dan ini adalah saat-saat terakhir kami disatukan karena semester depan kami sudah diacak lagi berdasarkan program lintas minat yang kami pilih masing-masing. Ah, rasanya cepat sekali. Rasanya baru kemarin saya bertemu dengan kawan-kawan baru.  Ini waktu proofread Kisah Kita dateng :)  (Kiri: Kiky, Topik, Hira, Saya, Ines, Mila, Muna)  Yuvinda  Juragan helikopter. Isnan, Luthfi, dan Nafiadi.  Pramuka  Kelas terbersih bulan Maret? Kok ada kaos kaki di meja guru? xD  Praktikum Elastisitas dan Fluida  Maulid Nabi  Bolo Kurowo :D  Kaos futsal. Keren (y)  Ini classmeeting semester 1  :)  Anaknya mamak  Hari Kartini  Kartini's Day :D  Ini selfie  Ulang Tahun Topik!  Fisheye The

Welcome back, Blog!

Gambar
Setelah sekian lama gak ngepost gara-gara ngurusin tugas-tugas kurikulum 2013 yang numpuknya segitu banyak, akhirnya hari ini, satu hari ditengah UKK, saya menyempatkan diri untuk nulis lagi di blog. *bersihin laba-laba* Ehm.  Sekedar buat dokumentasi aja, walaupun gak ada yang nyari tahu dan gak yakin ada yang mau baca, sampai hari ini saya udah terbitin buku di nulisbuku.com sebanyak... em. bentar.  Ada sekitar 4 judul: Malvin Raven (2014), Catatan Ujian Nasional (2013), Kisah Kita (2013), dan Vidies Fiction (2013). The other pict. As usual, menulis selalu jadi hobi yang gak ada habisnya. Sekali nulis, kamu bakal ketagihan buat nulis lagi dan lagi. Yang terpenting adalah tetap jadi dirimu sendiri, buat karyamu sendiri. Semangat ya :)