Menjadi Sempurna Itu Membosankan



Sempurna itu membosankan

Selama empat belas tahun saya hidup dan bergaul dengan teman-teman saya. Tentu saja, saya sering mendapati mereka berkata “Mengapa saya tidak sesempurna dia?” “Saya ingin menjadi wanita sempurna” dan lain-lain. Begitu juga dengan saya, saya juga sering merasakannya. sangat. Rasa minder yang berlebihan, tentu saja. Itu yang membuat kita berkata demikian.

Baru-baru ini, saya membaca novel karya Winna Efendi, Unforgettable. Saya mendapati satu kalimat yang mengena di hati saya. “Sempurna itu membosankan.” Begitu saya membacanya, hati saya langsung mengiyakan. Beberapa kali saya ulang kalimat itu dalam hati. 

Menurut saya, menjadi manusia sempurna. Semua tahu, kesempurnaan hanya milik Tuhan. Saya menyimpulkan ternyata, Tuhan itu sangat bijaksana. Sangat. Jika dia ciptakan manusia dengan sempurna, maka manusia itu akan LUPA BERSYUKUR. Dia akan lupa, kalau kesempurnaan yang dimilikinya tak lain dan tak bukan adalah ciptaan Tuhannya. 

Jika semuanya sempurna, maka tak akan ada yang bisa kita pelajari dari hidup ini. Dia tak akan tahu bagaimana rasanya orang-orang yang tak sesempurna dirinya, yang –mungkin lebih sempurna darinya-. Tak ada orang yang berani mendekatinya karena rasa minder. Tak ada orang yang berani mendekatinya.
Bersyukur is the best way for it.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN YANG DIDALANGI PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA

Review: Kepunan - Benny Arnas

Puisi (10): Refleksi Diri