Kita Memang Berbeda
“Cantik banget dia” batin Vidi. Melihat
seorang perempuan yang lagi duduk sama teman-temannya di taman sekolah. Hampir gak
berkedip Vidi dibuatnya. Rasa kepo Vidi
pun memuncak. Siapa dia? Dimana rumahnya? Pertanyaan itu terus aja muncul di
otak Vidi minta dikeluarin. Tapi, Vidi belum begitu yakin kalo dia berani.
Perempuan itu, dia cantik. Kulitnya
putih, dengan rambut panjangnya yang menjuntai nggak diiket. Senyum manis
selalu tersungging di bibirnya. Vidi bukanlah cowok yang cuman mandang cewek
dari fisiknya aja. Vidi pengen kenal lebih deket sama dia.
***
Vidi pun menjejali
teman-temannya dengan pertanyaannya tentang perempuan itu. Tapi gak ada satupun
dari mereka yang tahu pasti. Yang Vidi dapet cuman info kalau ‘dia anak baru’. Vidi
belum begitu puas sama jawaban mereka. Ya jadilah Vidi ngepo kesana kemari cari
info tentang perempuan itu.
Sampai pada suatu ketika, saat Vidi lagi iseng buka timeline twitter, ada seorang temen
yang nge-retweet suatu tweet yang menurutnya menarik. Lalu, Vidi membuka
profilnya dan avatarnya.
“Ini kan cewek
yang waktu itu Vidi... Oh iya!” seru Vidi.
“Siapa Vid? Lo
teriak-teriak aja.” Tanya Ojos.
“Hehe.. enggak
kok.”
Hampir setengah
jam Vidi buka profil perempuan itu. Vidi membaca bio nya berulang-ulang. Dari
akun twitter ini, Vidi mendapat banyak info. Ternyata namanya Chintya Christa,
anak XII IPA 1. Vidi pun senang bukan kepalang. Kelasnya Christa ternyata
sebelahan sama kelas Vidi, pantesan mereka sering ketemu.
***
Seminggu terakhir Vidi mempersiapkan
mental buat kenalan sama dia. Vidi pun membulatkan niatnya untuk kenal lebih
dekat sama Christa. Seminggu terakhir juga setiap hari Vidi cek timeline
twitter Christa, nyari waktu yang pas buat kenalan. Jadilah hari ini Vidi
mantep mau kenalan.
Waktu istirahat pun tiba, Vidi melihat
Christa lagi duduk sendirian di teras kelas. Vidi pun memberanikan diri mendekatinya.
“Hai, Christa.” Sapa
Vidi. Christa pun bengong. Mungkin agak sedikit kaget karena Vidi dateng tak
diundang.
“Eh, hai juga.
Kok kamu tau nama aku?”
“Iya, aku tau
dari account twitter kamu.” Jawab Vidi jujur.
“Ooh, kamu
siapa?” tanya nya menjulurkan tangan.
“Aku Vidi, anak
XII IPA 2. Kelas kita sebelahan ya. J..jadi kita temenan ya sekarang.” Agak gugup
Vidi jawab pertanyaannya. Christa tersenyum, manis sekali.
“Hehe.. iya
dong. Gak usah gugup gitu kali Vid, biasa aja.”
“Enggak kok, enggak
gugup. Eh iya, rumah kamu dimana?”
“Di perumahan
Green Garden. Kamu sendiri?”
“Loh, kok sama,
hehe. Nanti pulang bareng yuk. Naik motor bareng.” Tanpa basa basi langsung Vidi
tawarin.
“Why not?”
jawabnya ramah.
***
Pulang sekolah Vidi anterin
Christa sampe ke depan rumahnya. Ternyata rumah mereka masih satu kompleks. Tentu, Vidi seneng banget
bisa kenal sama dia. Sampai-sampai, Vidi gak bisa tidur semaleman gara-gara
mikirin Christa.
Sejak saat itu, mereka berteman
lebih dekat lagi. Dan akhirnya Vidi sadar, Vidi sudah jatuh cinta sama Christa.
Christa itu beda, dia itu baik, asik lagi anaknya. Vidi suka sama mata coklat
tua nya, senyuman manisnya, dan semuanya.
Hampir setiap hari mereka pulang
bareng. Jalan-jalan bareng, curhat-curhatan. Pokoknya lebih dari sekedar teman.
Tapi, betapa kagetnya Vidi ketika lihat di leher Christa tergantung sebuah
kalung berbandul salib. Hati Vidi pun jadi antah berantah. Mereka berdua beda
keyakinan. Apa bisa?
***
Hari ini, Vidi lagi gak mau di
ganggu. Perasaanya terlanjur besar. Vidi sudah terlanjur cinta sama Christa.
“Vid, lo kenapa
sih? Ngelamun mulu dari tadi?” pertanyaan Ojos mengaburkan lamunan Vidi.
“Eh, lo Jos. Gue
mau cerita sama lo. Boleh nggak?”
“Cerita aja kali
bro, kali aja gue bisa bantu lo punya masalah.”
“Gini Jos, gue
itu cintaaa banget sama temen gue si Christa. Lo tau sendiri kan gimana
perasaan gue sama dia.”
“terus, terus..”
“Kemaren gue
lihat si Christa makai kalung salib Jos. Kita beda keyakinan.” Jawab Vidi
melas.
“Hah? Serius lo?
Kalo menurut gue nih, ikutin aja apa kata hati lo. Gue gak bisa ikut campur
kalo masalah perasaan bro.”
Vidi pun meninggalkan Ojos tanpa
sepatah kata. Malem ini, Vidi berfikir keras. Gimana nasib cintanya. Mereka berdua
terhalang oleh tembok besar yang namanya ‘agama’. Vidi asli muslim, Christa
kristen. Tapi, cinta Vidi udah terlalu besar buat dia. Vidi gak bisa lupain
dia.
***
Malam ini, Vidi membulatkan
tekad buat nembak Christa. Gak perduli apa kata orang nantinya. Gak perduli apa
yang akan dikatakan Christa nantinya. Vidi pun menemui Christa di sebuah cafè. Dandanannya
rapi, Vidi tak ingin Christa tahu perasaannya. Digenggamnya dengan erat sebuah
kotak berisi sebuah cincin persembahannya untuk Christa.
“Hai, Vid.”
Sapa Christa ramah.
“Hai juga,
Ta.” Jawab Vidi.
“Emm..
tumben kamu ngajak aku makan malem. Ada yang penting ya?” tanya Christa.
“Iya Ta,
sebenernya aku mau bilang sesuatu sama kamu, penting banget.”
“Oh ya? Apaan?”
Christa penasaran.
Vidi pun menggenggam tangan
Christa, erat sekali. Menyunggingkan senyuman paling manis. Dia ingin yang
terbaik.
“Ta, aku
cinta sama kamu.”
Christa
pun terdiam sejenak, berusaha mencerna kata-kata Vidi barusan. Christa
menggenggam tangan Vidi. Matanya berbinar, indah sekali.
“Aku juga
cinta sama kamu.” Jawab Christa lirih, hampir tak terdengar.
Raut wajah Vidi mengembang,
berbunga-bunga. Mengeluarkan sebuah kotak merah menyala. Dipasangkannya sebuah
cincin ke jari manis Christa. Lalu mengecupnya.
“Walaupun
kita berbeda, buat aku gak masalah. Selama kita masih saling menghormati dan
gak saling mempermasalahkan keyakinan kita.” Kata Vidi.
“Iya Vid,
kita harus sama-sama berjanji ya, kita gak akan mempermasalahkan ini semua.”
Butir
bening air mata keduanya pun berjatuhan. Kemudian mengusapnya satu sama lain. Tersenyum
bersama.
***
Genap satu tahun sudah mereka
menjalani cinta bersama. Selama itu pula mereka masih saling menghormati. Mereka
sudah lulus SMA dan meneruskan ke universitas yang sama. Seperti tak mau
dipisahkan.
Malam ini, mereka akan merayakan
anniversary mereka di cafe tempat mereka jadian satu tahun yang lalu. Mereka ingin
bernostalgia. Christa pun bahagia tak kepalang ketika Vidi mengajaknya
merayakan anniversary di sana.
“Nanti jam
8 aku jemput kamu ya?” kata Vidi.
“Sip!”
Kata Christa sambil mengacungkan jempolnya.
***
Di rumah
Christa 19:00
“Christ, kamu
ini anak tunggal papa dan mama, kamu tahu itu kan? Kami ingin yang terbaik
untuk kamu. Kami ingin pasangan hidup yang terbaik untuk kamu.” Kata Papa
Christa.
“Maksud
Papa apa?” Christa heran bukan kepalang.
“Ya, itu
pacar kamu si Vidi itu.”
“Iya, Vidi
kenapa?”
“Dia
muslim kan? Papa gak setuju kalau kamu sama dia. Mau jadi apa keluarga mu nanti
Christ. Papa lebih setuju kalau kamu sama si Romi. Kamu tentu tahu kan, kamu
berdua itu beda kepercayaan, Christa. Papa takut kalau kamu nanti terpengaruh sama dia.” Jelasnya panjang
lebar.
“Tapi Pa,
kami ini sudah saling mencintai. Gak bisa dong kalau....”
“Christ,
kamu ikutin aja kata Papa kamu. Ini jalan terbaik untuk kamu.” Potong Mama
Christa.
Christa pun langsung meninggalkan
mereka. Di luar, mobil Vidi sudah menunggu Christa. Christa pun langsung masuk
ke dalam mobil. Dia berusaha tersenyum seakan tak terjadi apa-apa. Terus saja
memandangi Vidi sepanjang perjalanan.
***
Di Cafe...
“Emm..
Vid, aku mau ngomong sesuatu boleh?” suaranya bergetar.
“Iya,
Sayang. Kenapa?” tanya Vidi.
“Aku minta
maaf sama kamu, maaf banget kalo selama ini aku banyak salah sama kamu.”
“Eng.. aku
gak ngerti maksud kamu.”
“Vidi,
tadi Papa Mama aku bicara sama aku.” Christa menahan isakannya. Menggenggam erat
tangan Vidi.
“Papa,
sama Mama, udah jodohin aku sama Romi. Mereka gak setuju dengan hubungan kita.”
Kali ini tangisannya pecah. Vidi berusaha menenangkannya. Awan mendung mulai
menghiasi percakapan mereka.
“J...jadi
k..kita udahan aj..a, ya Vid.” Kata Christa masih terisak.
Vidi
menggenggam balik tangan Christa. Berusaha menguatkan dirinya. Dia sudah
menyangka ini pasti akan terjadi.
“Dengar
Sayang, kita gak boleh ngelawan sama orang tua. Kalau orang tua gak merestui
hubungan kita, berarti Tuhan juga tidak.” Kata Vidi dewasa.
“Biarlah..
biarlah perasaan ini kita simpan dalam hati kita. Kita masih bisa bersahabat
kan? Kita masih bisa bertemu. Kalau memang kita jodoh, kita pasti akan bersatu
lagi kok,” lanjut Vidi. Padahal, hatinya remuk redam.
Lalu, mereka menangis bersama. Saling
mengusap butiran bening itu. Berpelukan erat, erat sekali. Untuk terakhir
kalinya...
TAMAT
Komentar
Posting Komentar