Puisi (6): Filosofi Kacamata
Filosofi
Kacamata
Oleh Farakh Khoirotun
Nasida
Kotak
hitam kelam itu masih ada di dekat jendela
Mengintip
datangnya fajar dan menunggu pulangnya senja
Menanti
hujan mereda dan pelangi yang datang setelahnya
Pelangi?
Ah, ya. Ia begitu menantinya
Ia
sudah terlalu lelah berdiri di tepian jendela
Sementara
debu semakin menebalkan diri di atasnya
Serta
hembusan angin meniupkan sepi
Ia
masih tenggelam dalam bisunya
Kemarin
ia berbincang denganku, sepatu tua di sudut meja
Ada
benda yang bersemayam dalam gelapku ini, katanya
Benda
usang yang enggan lagi dipergunakan sang empunya
Sementara
ia masih mengharapkan pelangi datang setelahnya
Ia
adalah sepasang lensa yang sama sekali
berbeda
Kanan
lebih tebal dari sebaliknya
Tak
seperti aku yang harus selalu sama
Aku
ingin memandang pelangi bersama pemilikku lagi, katanya
Sementara
aku telah lupa bagaimana rasanya dicinta
Benarkah
harus selalu sama untuk saling melengkapi?
Komentar
Posting Komentar